Bencana alam memang sudah sangat ‘akrab’ dengan kita, bahkan mungkin masih ada yang trauma kayak gw, meskipun gw hanya mengalami waktu gempa di Tasik. Tetapi hingga sekarang setiap hari gw menatap awan, adakah yang berbeda dengan alam saat itu, atau ketika duduk ada yang goyang sedikit padahal hanya denyut nadi tetapi itu sudah membuat gw waspada, begitu juga ketika waktu tidur datang, ditengah keheningan malam menjelang tidur muncul pertanyaan "bisakah gw ketemu hari esok?"
Bagi orang yang ‘beriman’ menyatakan bencana alam yang terjadi karena Tuhan murka semakin banyaknya pemimpin yang mungkar, menzalimi rakyatnya dengan semena-mena,sedangkan bagi orang scientist semua ini terjadi karena kerusakan alam yang merajarela, dan ketidak perdulian manusia terhadap alam yang ditempatinya. Banyak orang menyatakan global warming, kita diminta membantu alam untuk bernafas, mengurangi polusi kendaraan bermotor, bertanam atau menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan. Tetapi hal tersebut bukan hal yang mudah, kita sudah berhadapan dengan system yang mengakar kuat.
Seperti film documenter yang pernah gw tonton (judulnya lupa), dikisahkan tentang pengalaman seorang tokoh lelaki, dimana dia membandingkan perjalanan ke sebuah pegunungan yang dilakukannya dahulu dimana masih banyak terdapat gester (salju) dengan perjalanannya saat ini dimana gester mulai sedikit, dan tanah yang biasa dipijaknya salju saat ini hanyalah bebatuan tandus, sehingga pemandangan yang dahulu putih karena tertutup salju saat ini berubah menjadi gunung batu. Maka ia bersama keluarganya berkomitmen untuk melakukan beberapa hal yang lebih ramah lingkungan, salah satu kegiatan yang dia lakukan adalah membuat sumber energy dari kincir angin, tetapi hal tersebut mendapat pertentangan. Hanya dengan alasan mengganggu keindahan kota. Ironis sekali….
Kita memang tidak bisa ‘mengerem’ tangan Tuhan terkait dengan KIAMAT. Tetapi seperti hadist “bekerjalah seperti kau akan hidup ribuan tahun lagi, dan beribadahlah seperti kau akan mati esok hari” merujuk dari hadist tersebut maka diperlukan upaya kita untuk mempertahankan bumi yang kita tempati ini agar tetap ‘RAMAH’ tidak terus ‘MENYERANGnya’.
Dan tidak ada salahnya kita berbuat juga untuk alam ini. Seperti membuang sampah dengan memilah, mencabut stop kontak ketika tidak digunakan, minimalisir penggunaan kendaraan bermotor, bertanam, dan yang pasti lebih banyak daerah resapan daripda menebas hutan untuk kemudian dibangun menjadi perumahan mewah yang hanya bisa ditempati oleh segelintir orang yang mungkin rumahnya sudah lebih dari 1 sedangkan sebagian lainnya masih ada masyarakat yang tinggal hanya beratapkan daun-daunan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar