
Dibalik Kisah
Seorang teman berkisah ketika melahirkan seorang anak perempuan, ”aduh....pusing ngadapin orang tua, mereka pengen anak gw disunat, gw musti berdebat dulu ampe dapet 'cap' macam-macam gara-gara gw tetap bersikekeh supaya anak gw kagak disunat”
Saya tidak dapat menolak ketika besan lelaki saya memutuskan cucu perempuan saya yang baru berumur 3 hari harus melakukan prosesi ”sunat perempuan”
Cerita dari perdalaman Afrika, seorang kepala suku masuk Islam, rakyatpun mengikutinya. Sunat perempuan yang merupakan tradisi (sebelumnya) tetap dipertahankan oleh suku ini dengan dasar hadis "perempuan otaknya 1 dan nafsunya sembilan".
Sebenarnya Apa seh Sunat Perempuan ??
Sunat perempuan di Indonesia banyak banget ragamnya, ada hanya sekedar simbolis dengan menggores kunyit, atau memotong kunyit diatas alat genital anak perempuan. Tetapi ada juga yang melakukan secara radikal dengan memotong atau menyuntik alat genital seperti klitorus pokoknye ampe mengeluarkan darah (biar afdhol atau syah katanya).
Penggunaan alat yang tidak steril dan para pelaku (bidan dan dukun) yang merupakan bukan pihak yang direkomendasikan untuk melakukan aktivitas ini, alasannya tidak hanya karena mereka tidak dibekali secara kurikulum/pendidikan tetapi juga kegiatan ini masuk kategori operasi kecil dimana yang harus melakukan adalah dokter spesialist.
dan juga kutipan dari buku Dr Mahmud Fattala (WHO):
”kalau sampai sunat perempuan dilakukan pada seorang bayi, ketika besar (klitorus anak perempuan) sama seperti kehilangan 1/3-nya dari penis (yang dimiliki anak lelaki)”
So the last question.....
Perlukah pelaksanaan sunat terhadap anak perempuan ?
***
Inspirated from Book Discussion at Rahima "Sunat Perempuan" with Mrs. Atas Herdantini Habsjah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar